Peran HMI dan Tanggung Jawab Masa Depan
Oleh :
Ahmad Zacky Siradj
Buku 50 tahun HMI
Ciputat ini sangat berkesan bukan karena ditulis oleh putra-putra terbaik
Ciputat sesuai dengan apa yang mereka telah alami, akan tetapi dengan
pengalaman yang dituliskannya itu sekurang-kurangnya mereka ingin berbagi
“hikmah” tentang apa dan bagaimana sesungguhnya melanjutkan estafet perjuangan
HMI dari waktu ke waktu, dari periode ke periode yang pada dasarnya melanjutkan
perjuangan tersebut tidak lain adalah bagaimana mewujudkan peran HMI sebagai
organisasi perjuangan dan kekaderan dalam mengisi ke-Indonesiaan dan berikhtiar
untuk meninggikan syi’ar Islam.
Syukur alhamdulillah
bahwa dalam usia 50 tahun bagi suatu oranisasi kemahasiswaan banyak hal untuk
berbagi sehingga berkat ketekunan dan keuletan
saudara Eko, teman-teman Ciputat yang bertebaran dan pikiran-pikiran
yang berserakan dapat dihimpun dalam sebuah buku yang tersaji dengan bagus, sehingga
dari kumpulan tulisan-tulisan ini dapat memberikan perspektif baru dan segar
tentang sejarah perjuangan HMI khususnya sepak terjang dan romantika perjuangan
HMI Cabang Ciputat dalam melaksanakan tanggung jawab sejarahnya yang semua ini
dapat diikuti melalui berbagai program dan kegiatan-kegiatannya.
Ada hal yang cukup
menarik juga dengan kehadiran buku ini bila kita kaitkan dengan kondisi kaum
muda dewasa ini. Banyak kalangan yang menilai bahwa kaum muda saat ini telah
mengalami “krisis idealisme” sangat pragmatis dan instan. Mungkin tepat apa
yang dikemukakan Koentjaraningrat dengan sikap mental “menerabas”. Tetapi tentu
saja tidak “gebyah uyah”, tidak semuanya demikian. Ada sebagian generasi muda
yang sadar akan tanggung jawabnya bila kemudian ini lahir dari HMI Ciputat atau
dari Cabang-cabang HMI manapun di pelosok tanah air tercinta ini maka generasi muda
inilah yang sesungguhnya menjadi pewaris yang syah dari Lafran Pane sebagai
salah seorang pendiri HMI.
Semangat
Pergerakan Indonesia dan Lahirnya HMI
Memang merupakan
bukti sejarah yang tidak bisa kita abaikan begitu saja bahwa lahirnya HMI terjadi
di tengah gelora awal pergerakan kebangsaan, yaitu bagaimana bangsa ini merajut
dan mengisi kemerdekaannya. Ketika itu memang tokoh-tokoh pergerakan nasional
boleh dikategorikan sangat muda belia sehingga dengan sendirinya semangat yang
menyeruak dan menyemarak tumbuh begitu hebatnya di kalangan kaum muda atau
pemuda dan di kalangan kaum terpelajar dan mahasiswa.
Sungguh menjadi
panorama pemandangan yang mengharu biru yang takkan pernah terlupakan zaman,
mereka kaum muda kala itu, mengisi kemerdekaan dan keindonesiaan negerinya
diiringi ketulus ikhlasan, tanpa pamrih tetapi hanyalah bagi pengabdian dengan
disertai kejujuran dan langkah demi langkahnya terukir sudah di bumi pertiwi
tercinta ini
Gegap gempita semangat
pergerakan kemerdekaan ini lahir pula dari seorang Lafran Pane yang mampu
menangkap tanda-tanda zaman untuk kemudian bersama dengan teman-temannya terjun
langsung dalam pergerakan kebanggsaan mengisi ke-Indonesiaan yang dibuktikan dengan
ikhtiar mewujudkan secara sunggguh-sungguh bagaimana membina kualitas insan
akademis yang memiliki moralitas agama yang kuat. Kemudian hingga bagaimana memerankan
nilai-nilai agama selain menjadi nafas kehidupannya juga agar setiap
kreatifitas yang diciptakannya merupakan darma bakti yang luhur hingga mencapai
kualitas pengabdian yang menyatu antara panggilan kemanusiaan, kemasyarakatan
dan keindonesiaan dengan pesan-pesan kenabian, kerasulan dan panggilan Ilahi.
Atas kesadaran itulah sekumpulan mahasiswa Islam membentuk pergerakan kebangsaan
untuk dapat ikut serta mewujudkan masyarakat bangsa Indonesia yang adil dan
makmur serta diridhoi Alah SWT atau dengan kata-kata lain “Baldatul thoyyibatun
warobbun ghofur”. Itulah rupanya kenapa kemudian apa yang dicita-citakan HMI
ini sejalan dengan apa yang dicita-citakan oleh negara bangsa yang tertuang
dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 sebagai cita kemerdekaan yaitu
bagaimana bangsa yang lahir atas berkah karunia Allah ini dapat hidup dan
berkembang dalam suasana kehidupan yang merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan
makmur. Sehingga apabila kemudian Lafran Pane memberi arah pergerakan mahasiswa
yang diberi nama Himpunan Mahasiswa Islam itu yang tidak lain merupakan manifes
dari Harapan Masyarakat Indonesia, untuk memenuhinya ditempuh melalui
perkaderan dengan meletakkan tradisi berdemokrasi yang sejati dan tidak lari
dari kearifan-kearifan budaya yang pluralitas maka ternyata bila dilihat dari
perkembangannya katakanlah hingga saat ini maka tugas dan tanggung jawab HMI di
Bumi Pertiwi ini menjadi sangat logis bila semangat keislaman dan keindonesiaan
ini berada dalam satu tarikan nafas seperti yang kemudian diimplementasikan
melalui perkaderan-perkaderannya itu
yang tidak perkaderan inilah yang menjadi jati diri organisasinya seiring dengan
upaya memupuk tradisi demokrasi yang elegannya itu. Karena dengan ini pula HMI
melatih anak bangsa secara beradab dalam berdemokrasi menjamin proses
regenerasi dalam ikhtiar mengembangkan potensi dan bakat kepemimpinan sesuai
dengan fitrah kejadian umat manusia, hadir, dengan cenderung membela dan
memihak nilai-nilai kebenaran.
Itu pula sebabnya
kenapa organisasi ini begitu disiplin dalam melaksanakan musyawarah perwakilannya
mulai dari Konferensi Cabang hingga Kongres Nasionalnya untuk memilih pimpinan cabang
maupun pimpinan pusat atau Ketua Umum Pengurus Besarnya. Begitu disiplin
organisasi ini sehingga sejak awal telah mencantumkan ketentuan tentang batas
waktu kepemimpinannya hal ini dimaksudkan agar di kalangan mahasiswa tidak
terjadi kepemimpinan yang berkepanjangan yang mengakibatkan kekuasaan dapat menjadi
miliknya dan akhirnya kekuasaan melahirkan
kepemimpinan yang otoriter dan cenderung korup. Sehingga adanya batas waktu
yang jelas dan hanya bisa diperpanjang satu periode kepengurusan saja memberi
makna bahwa tanggung jawab kepemimpinan itu bukanlah sesuatu yang main-main
atau dilaksnakan secara ala kadarnya. Tetapi kepemimpinan di HMI itu merupakan
panggilan suci kelanjutan proses sejarah meneruskan misi kenabian dan kerasulan
guna mewujudkan masyarakat bangsa yang adil dan sejahtera. Dalam kaitan ini
maka perkaderan di HMI merupakan kawah candra dimukanya, membentuk pribadi anak
bangsa yang memiliki potensi yang rahmatan lil’alamin “Tidaklah kami utus
engkau (Muhammad saw) kecuali menjadi rahmat bagi sekalian alam”
Sehingga bila ingin
menjadi pewaris yang syah, seperti yang dicontohkan Lafran Pane tentunya harus
dapat menangkap tanda-tanda zaman apa yang sekarang ini sedang dirasakan oleh
masyarakat bangsa Indonesia lalu bagaimana meresponnya. Sebab tantangan yang
dihadapi masyarakat bangsa dewasa ini bukanlah hal yang ringan dan sekaligus
juga membutuhkan partisipasi semua unsur masyarakat untuk turut serta
menjawabnya sebagai ikhtiar memberikan solusi terhadap beban negara bangsa
dalam mengisi kemerdekaannya dengan meneruskan pembangunan nasional guna
mewujudkan masyarakat bangsa yang adil dan sejahtera. Karena kita tahu bersama
bahwa kondisi rakyat kita masih berada dalam kondisi yang lebih sulit, seperti
antara lain jumlah penduduk telah berkembang hampir empat kali lipat; sumber
daya alam telah mulai terkuras habis bahkan kita tahu di beberapa daerah telah
mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah, kehidupan rakyat yang seyogyanya
dapat mulai menikmati taraf hidup yang lebih baik atau berkecukupan sekarang
ini terlihat semakin dirasakan menekan. Semuanya itu berlangsung karena adanya
jurang lebar antara kaum elit dengan rakyat di akar rumput. Kondisi ini jelas
menjadi tantangan bagi kaum muda dewasa ini, karena di pundak merekalah nasib bangsa
di masa datang akan ditentukan. Saya percaya bahwa kader-kader muda HMI dapat
menjawab apa yang sedang dihadapi yang menjadi keprihatinan rakyat Indonesia.
Saya juga percaya bila kemudian mereka dapat memimpin atau menjadi kaum elit di
negeri ini yang tentu saja tidak sampai tercerabut dari akar rumputnya,
merekalah yang sanggup manjawab keresahan dan kegalauan rakyat ini sehingga
dengan demikian elit tidak semakin terasing dari rakyatnya, dan rakyat dapat
menghirup udara kemerdekaan.
Untuk itulah maka kader
muda HMI hendaknya berbenah diri antara lain dengan mengkaji ulang sistim perkaderan
HMI saya yakin dengan melakukan kajian secara terus menerus tentang sistim
perkaderan ini maka proses penyempurnaan dalam perkaderan HMI dapat terwujud.
Langkah ini menjadi sebuah keharusan dengan tentu diiringi ikhtiar yang serius
untuk senantiasa menyegarkan kembali faham ke-Indonesiaan (kebangsaan) dan
faham ke-Islaman.
Lima Pilar
sebagai Langkah Awal
Pengembangan prinsip
dan peran HMI jika kita menangkap secara penomena dari eksistensi HMI melalui
perjalanan panjang sejarahnya dan dari apa yang ditulis teman-teman dalam buku
ini boleh diambil garis besarnya maka ada lima pilar peran HMI dalam
mengembangkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamin. Hal ini juga
tergambar dari pesan tulisan teman-teman sehingga nampak jelas pesan yang
disampaikannya. Terutama gambaran manifes dari rahmat bagi sekalian alam itu,
diantaranya pertama adalah HMI harus menegaskan dan berusaha untuk menempatkan Islam itu sebagai agama tauhid, agama
yang meng-Esakan Tuhan atau tidak ada Tuhan yang disembah kecuali Tuhan Allah
SWT. Katakanlah (wahai Muhammad) bahwa Tuhan itu Ahad (Esa), hanya kepada-Mu
aku beribadah dan hanya kepada-Mu aku meminta tolong. Secara hakiki ketauhidan
ini sejalan dengan nilai-nilai luhur (doktrin ideologis) ke-Indonesiaan kita
yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga secara substantif ke-Islaman dan
ke-Indonesiaan tidak bisa dipisahkan. Kedua, yang menjadi pilar HMI yang harus
berperan sebagai yang mengembangkan pesan rahmatan lil’alamin ini adalah
menempatkan Islam sebagai agama moral,
agama yang dalam seluruh doktrinnya adalah sebagai ajaran moral atau akhlak
yang mulia “karena sesungguhnya tidaklah aku diutus kecuali untuk
menyempurnakan akhlak”, demikian dalam salah satu haditsnya Nabi Muhammad saw
bersabda.
Masih segar pula
dalam ingatan kita bila menyimak sejarah kehadiran Muhammad saw bahwa ternyata kejujuran
adalah potensi diri untuk meraih derajat kenabian dan kerasulannya. Kejujuran
adalah fitrah yang asali karena kebohongan atau berdusta berarti mengingkari keberadaan
diri yang berarti pula meniadakan kemanusiaan yang sejati. Ketidak jujuran
adalah awal kehancuran kemanusiaan, sebab tidaklah mungkin tegak keadilan dan
keadaban hidup manusia bila kejujuran telah sirna dalam kehidupannya. Dalam
kaitan inilah HMI sebagai organisasi kader mencoba selalu menggugah kepekaan
dan keterpanggilan sosial seperti bagaimana menumbuhkan kepekaan sosial bahwa mengasihi
orang lain dan lingkungannya itu adalah bagian dari mengasihi dirinya sendiri.
Dan membohongi orang lain atau merusak lingkungannya itu adalah merusak dirinya
sendiri dan tentu pula menghancurkan kehidupan kemanusiaan.
Pilar ketiga adalah
ilmu, sebagai oraganisasi yang lahir di kampus maka ilmu menjadi sesuatu yang
strategis lebih lagi karena HMI bertujuan membentuk insan akademis sehingga
pada tempatnya bila HMI berperan aktif untuk mewujudkan Islam itu sebagai agama ilmu, upaya organisasi HMI ini untuk
menjadikan Islam sebagai agama ilmu atau dengan kata-kata lain bahwa ilmu
memiliki posisi yang strategis dalam mewujudkan pribadi unggul sebagai hamba
Allah SWT yang mulia. Karena selain orang-orang yang beriman yang diangkat
derajatnya oleh Tuhan, juga adalah orang-orang yang berilmu. Insan akademis
atau yang disebut juga dengan ulul albabtidak lain adalah pemangku kepentingan
bagi masa depan sehingga dalam kaitan ini doktrin mencari ilmu bagi seorang
muslim merupakan suatu tuntutan kewajibannya sehingga baik secara individu
maupun berkelompok hendaknya senantiasa terpanggil untuk mewujudkan
lembaga-lembaga pendidikan. Banyak isyarat untuk bagaimana agar ummat Islam ini
unggul di bidang ilmu pengetahuan untuk melakukan kajian yang dalam terhadap
alam sekitar. Seperti diutarakan dalam bentuk-bentuk pertanyaan “apakah kamu
tidak mempelajari bagaimana unta diciptakan, langit dinaikkan, gunung
ditegakkan dan permukaan budi dihamparkan”. Yang keempat adalah menempatkan Islam sebagai agama kemanusiaan,
di dalam proses perkaderan di HMI doktrin tentang kemanusiaan ini menjadi
demikian penting bukan saja karena hubungan sesama manusia juga sangat
menentukan derajat keimanan seseorang, tetapi juga disadari bahwa memupuk dan
menegakkan nilai-nilai kemanusiaan dapat menjadi jaminan bagi kehidupan manusia
seperti tergambar dalam kehidupan kita bahwa eksistensi manusia sebagai makhluk
yang sempurna yang dilengkapi dengan kekayaan alam pikiran sebagai kerja akal
kita. Tetapi ketika kata atau apa-apa yang kita katakan tidak sesuai dengan
perbuatan maka dipertanyakan tentang apakah kalian ini berakal? Di sini letak
bagaimana manusia menghormati sesamanya secara jujur sehingga nilai-nilai hak
asasi manusia seperti dalam memeluk keyakinan agama misalnya maka tidak boleh
ada pemaksaan sehingga dalam kaitan ini menyadari akan eksistensi diri sendiri
berarti menyadari pula terhadap eksistensi atau keberadaan orang lain. Karena
itu membebaskan orang lain dari ketertindasan dan melepaskan sesama dari beban
keterhimpitan hidup menjadi hal yang sangat mulia sehingga penjajahan di muka
bumi dalam berbagai bentuknya sangat bertentangan dengan nilai-nilai asasi
kemanusiaan sehingga setiap individu maupun kelompok masyarakat bangsa maka
memiliki hak untuk hidup merdeka, berdaulat, bersatu, berkeadilan dan
berkemakmuran. Karena secara primordial peran manusia harus menegakkan keadilan
termasuk pada dirinya sendiri sehingga sikap berkeadilan itu merupakan proses
pendekatan kepada derajat yang mulia yakni derajat ketakwaan. Oleh karena itu
pula proses kualitas peran itu terletak pada bagaimana memakmurkan lingkungan,
memakmurkan bumi. Kepekaan terhadap berbagai keprihatinan kemanusiaan ini pun
menjadi bagian dari pembentukkan pribadi kader yang tentu saja dipupuk dan
dikembangkan melalui proses perkaderan HMI, dibarengi dengan harapan bilamana
mereka nantinya dapat berperan aktif, kritis dan konstruktif dalam kehidupan di
masyarakatnya melalui kegiatan yang masing-masing mereka geluti diharapkan
dapat memiliki predikat manusia yang baik karena hidupnya bermanfaat bagi
sesama.
Filar berikutnya
adalah Islam sebagai agama peradaban.
Kajian peradaban dalam diskusi-diskusi di arena perkaderan HMI sungguh telah
menjadi daya tarik dan minat berorganisasi. Selain mengkaji berbagai khazanah
keunggulan bangsa-bangsa di dunia melalui peninggalan-peninggalannya yang
sangat bernilai dan mewakili zamannya sehingga dari peninggalannya itu kita
bisa mengukur tingkat dan kemajuan peradabannya. Itulah rupaya Islam sebagai
agama akhir zaman menempatkan diri sebagai puncak kemuliaan peradaban ummat
manusia bukan hanya dituntut untuk melakukan perjalanan guna melihat
bukti-buktinya sebagai peninggalan sejarah agar bagaimana dapat mengkaji
ummat-ummat terdahulu dalam membangun peradabannya tetapi juga diciptakannya
manusia. Untuk mengembangkan peradaban kehidupan yang cerdas dan mulia
dijadikannya manusia dengan nilai budaya yang pluralistis beraneka ragaman
budaya tidak lain untuk mempertemukan puncak-puncak luhur niali-nilai budayanya
sehingga dipertautkan dalam peradaban universal ummat manusia (lita’arofu).
Dalam tingkat pemikiran tentang peradaban ini kader-kader HMI memiliki makomnya
tersendiri selain kecerdasan keluhuran budi pekerti juga memiliki pandangan
yang terbuka dan luas. Mereka memiliki pandangan pemikiran yang dapat menembus
batas-batas zaman.
Telaah
tentang Peran HMI
Masa depan HMI
adalah masa depan Indonesia. Kader HMI adalah anak-anak bangsa yang sanggup
memikul tanggung jawab membawa amanah negara. HMI adalah hulu dari kepemimpinan
nasional, jika hulu kena polusi maka hilir akan semakin tercemar dan
mencemarkan negara. Bila negara ini teridentifikasi adanya indikator sebagai
negara gagal maka boleh jadi sesungguhnya HMI lah yang telah gagal. Bagi HMI
optimisme suatu keniscayaan tapi tidak berhenti sebatas optimistis karena harus
diiringi kerja keras dan berintegritas tinggi.
Di HMI kebersamaan
dibangun, solidaritas dikembangkan seiring dengan itu seleksi keunggulan
kadernya berjalan alamiah penuh kearifan dan demokratis. Kompetisi tidak perlu
dengan kedengkian yang kemudian melahirkan kebencian dan permusuhan sebab
kompetisi yang sehat dapat melahirkan pemimpin yang diharapkan. HMI harus
segera bersih-bersih jika kemudian ingin tetap sebagai Harapan Masyarakat
Indonesia. Saya berpandangan bahwa HMI mampu melakukannya karena kita memiliki
prinsip sesungguhnya yang mendapat kemenangan itu adalah orang-orang yang
bersih. Semoga!
* Tulisan ini adalah Epilog buku Membingkai Perkaderan Intelektual: Setengah
Abad HMI Cabang Ciputat, (Jakarta:
UIN Jakarta Press, HMI Cabang Ciputat, Presidium KAHMI Ciputat, dan The Fatwa
Center, 2012)
** Ketua Umum HMI Cabang Ciputat (1976-1977),
Ketua Umum PB HMI (1981-1983)
Komentar
Posting Komentar